30.4.08

SEMAR NGGAMBAR SEMAR - SUJIWO TEJO

Sebagai seniman lukis, ia tergolong baru. Dulu (saat masih bekerja di harian Kompas) Jiwo merasa bahwa seorang pelukis adalah individu yang kering dan sangat statis. Jiwo membandingkannya dengan dunia seni wayang dan seni pertunjukan lainnya yang digelutinya, cenderung dinamis dan penuh pergolakan pemikiran antar person yang terkait di dalamnya. Oleh sebab itu ia terkadang tak bergairah ketemu atau pada saat ditugaskan meliput seorang pelukis. Namun kenyataan ini berbalik. Sejak tahun 2005 ia mulai membuat sketsa dan melukis di atas kanvas, sembari tetap berkreasi sebagai seniman pertunjukan: seni dalang, teater, film, animasi. Semasa ini ia mencoba beragam teknik dan gaya, termasuk membuat seni potret. Sampai saat ini pun ia telah banyak menghasilkan potret diri orang-orang maupun pejabat terkenal di negeri ini. Sejak Agustus 2007 ketertarikannya pada sosok Semar dimantapkan kembali dalam lukisan. Sejak itu pulalah ia merasa bahwa seni lukis menjadi teman akrabnya. Ia juga merasakan bahwa salah satu keunggulan seni lukis adalah sebagai media yang sangat menerima respek individual sekaligus dinamis. Pendek kata, Jiwo kini merasa bahwa seni lukis bukanlah lahan kering dan statis. Buktinya, hampir setiap malam ia melakukan ‘tapa kreatif’ dengan mengores warna di atas kanvas.

Pameran Semar Nggambar Semar adalah kelanjutan dari proyek pameran tunggalnya di Jakarta (bertajuk Hitam Putih Semar Mesem, 2007) dan Surabaya (bertajuk Super Semar Mesem, 2008). Diambilnya Semar sebagai tokoh memang tak lepas dari pergumulannya dengan wayang sejak kecil. Dalam pameran-pameran tunggalnya tersebut, terutama pada Semar Nggambar Semar kali ini, Jiwo ingin meletakkan dasar bahwa Semar bukanlah semata-mata ‘kata benda’ berupa manusia atau sosok dengan kejelasan rupa. Dalam pameran ini ia juga meletakkan persepsi Semar juga sebagai ‘sesuatu yang lain’, bisa jadi Semar adalah sebuah sistem (lihat karya Pangeling-eling Semar to Pamong Nagari & Galaksi Semar Sakti), pola maupun kode-kode alam (Semar Global Warming, Semar Moksa, Semar Gulungan) sekaligus mungkin sebagai sebuah tafsir bebas tak ternamakan. Esensi bahwa Semar adalah sosok yang tak-terpersonifikasikan dan sesuatu yang “samar” adalah konsep utama dalam pameran-pamerannya. Oleh sebab itu, selain gambar-gambarnya berujud sosok Semar yang jelas, maka muncul juga karya yang tak tergambarkan sebagai sosok.

Kontinuitas kreatif dalam berkesenian membuatnya ia merasa dekat dengan sosok Semar. Intensi yang sedemikian dekat, luruh dalam segala aspek, dan bergejolak bersama menjadikan Semar adalah dirinya dan dirinya adalah penampakan Semar. Pengenalan dan penjiwaannya atas tokoh Semar menginspirasi hidupnya. “Semar itu seakan berada di beragam dimensi, ia bisa sembahyang di segala waktu dan ruang,” tutur Jiwo. Inilah yang menyebakan Jiwo ingin juga mempertautkan pola dan peran baru bagi dirinya sendiri, sosoknya berdiri sebagai Semar.

Maka lahirlah sejumlah karya dalam pameran ini yang berhasil mengarungi jiwa Semar, sang guru Ramawijaya dan para Pandawa.

Source : Petikan Pengantar Kuratorial by Mikke Susanto
Icon & Brand Image by : Agung Rudianto
Artwork : Semar Moksa #2, Sujiwo Tejo 2008

Tidak ada komentar: