20.2.08

WORLDWIDE PROPAGANDART






Investigate and deconstruct everything because a person and the simplified symbol they have become aren't always the same thing.
Shepard Fairy


Shepard Fairy adalah pemuda yang menjadi fenomena dalam dunia design. Berbagai kontroversi muncul atas fenomena seni "avant garde" yang diusung pemuda yang waktunya banyak dihabiskan sebagai aktivis dan skater jalanan ini.
Setiap kampanye yang dilakukan Shepard merupakan eksperimen fenomenologis terhadap reaksi sosial atas apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Keabsenan makna atau pesan dalam karya artworknya menjadi semacam pukulan terhadap kultur pasif konsumstif masyarakat yang selalu mengharapkan sesuatu yang verbal akan tiap hal. Pro kontra bahkan cemooh dan hinaan bebas kita lakukan terhadapnya selama apresiasi bisa memicu kepedulian positif terhadap apa yang diusungnya. Wajah "Andre the Giant" tidak saja menyertai poster, stiker dan artwork lainnya tanpa makna, tetapi sudah menjadi ikon propagandis yang fleksibel untuk beberapa subkultur. Dengan tambahan "OBEY" yang dibajak dari federasi wrestling WWF.

Image Sources : Obey Giant

11.2.08

MUKTI


Mukti konon berasal dari kepercayaan Hindu. Mukti terdiri dari tiga elemen: ilmu, bhakti, dan karma. Mukti atau moksa merupakan sebuah ajaran yang secara konsisten dipraktekkan oleh Mahatma Gandhi, sebagai medium agar kita eling dan terbebas dari segala tekanan. Tetapi bisa tetap berprestasi dengan baik dan netral. Artinya sempitnya, seorang pemimpin harus berilmu - mau belajar terus hingga selalu memiliki pengetahuan yang cukup. Lalu mem-bhakti-kan ilmunya. Mengamalkan pengetahuan itu, dengan melakukan perubahan-perubahan penting, yang mampu mewujudkan karma orang banyak. Gandhi sendiri menyebut mukti atau moksa sebagai self-realization. Bagaimana seorang pemimpin menyadari status, posisi dan peran yang wajib ia perankan. Sehingga kepemimpinan-nya bermanfaat bagi orang banyak.

Dengan selalu belajar, seorang pemimpin akan ”ngelmu” – yaitu semakin eling tentang segala kekurangan dan kelemahannya. Ia akan semakin tahu diri, tidak arogan, dan mau merendah. Lewat bhakti dan pengamalan ilmunya, ia menjadi mercusuar yang memandu di tengah kegelapan. Sang pemimpin akan menjadi pemicu perubahan. ”The Agent of Changes” Perubahan yang kan menstimulasi kemajuan, terobosan dan inovasi. Perubahan yang akan mengubah nasib orang banyak.

Sengaja dibajak dari biangpenasaran.blog sebagai bahan renungan diri...Wuih...

10.2.08

UMAR BIN KHATAB MENANGIS ?

Pernahkah anda membaca dalam riwayat akan Umar bin Khatab menangis ?
Umar bin Khatab terkenal gagah perkasa sehingga disegani lawan maupunkawan.
Bahkan konon, dalam satu riwayat, Nabi menyebutkan kalau
Syeitan pun amat segan dengan Umar sehingga kalau Umar lewat di suatujalan, maka Syeitan pun menghindar lewat jalan yang lain. Terlepas dari kebenaran riwayat terakhir ini, yang jelas keperkasaan Umar,sudah menjadi buah bibir di kalangan umat Islam.
Karena itu kalau Umar sampai menangis tentulah itu menjadi peristiwa yang menakjubkan.

Mengapa "singa padang pasir" ini sampai menangis ? Umar pernah meminta izin menemui rasulullah. Ia mendapatkan beliau sedang berbaring di atas tikar yang sangat kasar. Sebagian tubuh beliau berada di atas tanah.
Beliau hanya berbantal pelepah kurma yang keras. Aku ucapkan
salam kepadanya dan duduk didekatnya. Aku tidak sanggup menahan tangisku.

Rasul yang mulia bertanya, "mengapa engkau menangis ya Umar?" Umar menjawab, "bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini telah menimbulkan bekas pada tubuh engkau, padahal Engkau ini Nabi Allah dan kekasih-Nya. Kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini.
Sedangkan
Kisra dan kaisar duduk di singgasana emas berbantalkan sutera".

Nabi berkata, "mereka telah menyegerakan kesenangannya sekarang juga; sebuah kesenangan yang akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang yang bepergian pada musim panas. Ia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya. "

Indah nian perumpamaan Nabi akan hubungan beliau dengan dunia ini.
Dunia ini hanyalah tempat pemberhentian sementara; tempat berteduh sejenak, untuk kemudian kita meneruskan perjalanan yang sesungguhnya.

Ketika sedang terlena dan sibuk dengan dunia ini, tiba-tiba Allah memanggil kita pulang kembali ke sisi-Nya. Perbekalan kita sudah habis, tangan kita penuh dengan bungkusan dosa, lalu apa yang akan kita bawa nanti di padang Mahsyar.

"Celupkan tanganmu ke dalam lautan," saran Nabi ketika ada sahabat yang bertanya tentang perbedaandunia dan akherat, "air yang ada di jarimu itulah dunia, sedangkan sisanya adalah akherat" .

Bersiaplah, untuk menyelam di "lautan akherat". Siapa tahu Allah
sebentar lagi akan memanggil kita, Bila saat panggilan itu tiba, jangankan untuk beribadah,
menangis pun kita tak akan punya waktu lagi .

Source : Dari mailing list Alumni Assalaam

5.2.08

KOMEDI PUTAR


“Komedi Putar” (“Merry-Go-Round”) selalu dikaitkan dengan pesta rakyat, tidak saja di Indonesia akan tetapi juga pada pesta rakyat di seluruh dunia. Pesta rakyat tersebut sering dikaitkan dengan upacara keagamaan atau peringatan lain seperti dimulainya masa tanam, masa panen, peringatan kemerdekaan, dll. Esensinya adalah bahwa rakyat memerlukan suatu forum untuk berkumpul dan mengungkapkan harapan dan rasa syukurnya. Pameran Seni Visual “Komedi Putar”, yang diselenggarakan untuk merespons “Sekaten”, yakni Pasar Malam dan agenda tahunan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang merupakan bagian dari tradisi kebudayaan sekaligus religi masyarakat Yogya. Dan sesungguhnya peristiwa ini bermakna lebih jauh. Betapa luasnya, betapa dalam dan tingginya makna peristiwa “Komedi Putar” ini sebenarnya. Peristiwa ini pasti jauh lebih dari sekedar peristiwa kesenian, atau peristiwa kebudayaan, atau dalam terminologi yang biasanya secara umum dipakai – bahwa kita sedang memacu tegaknya kembali seni tradisi di tengah mania modernisme, kapitalisme dan industrialisme kebudayaan yang secara sangat dahsyat mengikis dan memusnahkan identitas original masyarakat dan bangsa kita.
Kalau kita membatasi diri pada gambar “Komedi Putar”, maka skala waktunya mungkin 2-3 abad,
berurusan dengan sejarah tamu tak diundang yang bernama Belanda. Kalau batasnya adalah “Sekaten”, jangka waktu pragmatisnya paling jauh bersamaan dengan masa hidup Kerajaan Mataram. Tapi kalau “Sekaten” ditemukan pada konteks “Syahadatain” maka skala waktu nilainya adalah 17 abad ke belakang. Bahkan kalau Penyelenggara Pameran ini mengacu pada tradisi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, berarti batas konteks kita adalah juga 2-3 abad.

Tetapi kalau kita “slulup” ke kata Hamengku Buwono, Mangku Bumi, serta pola gelar pucuk kewibawaan Jawa yang menggunakan kata “Sultan” (dalam Al-Quran “sulthan” artinya kekuatan ekstra penembus langit dan bumi) – maka kita akan “curiga” bahwa “Bangsa” yang melahirkan Indonesia sampai Majapahit sampai Mataram Kuno, yang melahirkan Jawa Sunda Melayu dst pasti bukan “Bangsa” yang dipimpin oleh “Raja” yang sekedar “Hamengku Yogyakarta” atau “Mangku Mataram”, tetapi “memangku bumi dan semesta”.

“Komedi Putar” ini bak cermin berputarnya kesadaran dan peradaban di mana kita sedang hidup.

“Jangan berhenti berputar lho, nanti kehilangan komedi…”.

Emha Ainun Nadjib
Kadipiro, 23 Februari 2008

Artwork : Agung Rudianto untuk Pameran Komedi Putar Jogja Gallery