17.11.07

BALE BANJAR GERENCENG








NAFAS ARSITEKTUR MODERN MEMBERI MAKNA BARU PADA "TRADITIONAL MEETING HALL" BALE BANJAR GERENCENG

Adalah seorang warga banjar Gerenceng yang juga merupakan seorang arsitek professional yang menjadi desainer dan arsitek bagi pembangunan kembali banjar Gerenceng ini. A.A. Yoka Sara selaku arsitek, yang diberi kepercayaan dan tanggung jawab pembangunan, dengan secara seksama mempersiapkan segala sesuatu bagi pekerjaan pembangunan kembali bale banjar Gerenceng ini. Warga banjar lainnya antusias ingin terlibat dalam kepanitiaan pembangunan. Kelian Adat dan Kepala Dusun, serta Prajuru Banjar Gerenceng lainnya menjadi titik simpul yang mendorong seluruh jalannya pembangunan. Mereka bekerja bersama dalam semangat ngaturang ayah. Kerja membangun bale banjar ini disadari sebagai sebuah persembahan.


PENGEMBANGAN KONSEP

Pemahaman seni dan ideologi arsitektur modern dalam transformasi visi dan kemampuannya untuk mereinterpretasi ruang dengan berdasar pada kebutuhan mengembalikan spirit bangunan tradisional inilah yang mewarnai pembangunan kembali bale banjar Gerenceng. Dimulai dengan melakukan studi terhadap kondisi masa lalu, kini dan akan datang dengan mengakomodasi pelbagai komponen yang menunjang bagi terbentuknya proses perencanaan. Munculah konsep tempekan yang secara filosofis membagi ruang berdasarkan wilayah tata letak yaitu poros yang menjadi pusat serta kangin-kauh dan kelod-kaja yang menjadi satelitnya.
Gagasan dituangkan ke dalam perencanaan arsitektur utama pada ruang bale banjar dan jineng. Ruang utama bale banjar dibuat dengan atap bersusun dengan penyangga empat tiang besar. Atap bersusun ini jika dilihat dari atas merupakan formasi yang membentuk Tri Mandala menyerupai bunga Padma yang bersisi delapan dan titik tengahnya (puncak) adalah Menur yang terbuat dari tembaga, sebuah harapan akan semua kegiatan banjar dilindungi pikiran baik yang bersumber dari Dewata Nawa Sanga.

Filosofi yang digunakan pada atap adalah filosofi yang lazim bagi bangunan tradisional, yaitu Tiga Dunia (Bhur, Bwah,Swah) yaitu symbol dengan makna adanya transparansi jiwa. Menur yang terbuat dari tembaga itu berada pada posisi tertinggi, yang melambangkan Hyang Parama Wisesa. Atap yang artistik ini ditopang oleh empat pilar yang diberi ornamen dengan materi bata merah memakai pola dan detail empat tempekan banjar sehingga membentuk formasi purusa-predana. Sedang pada bagian kelod yang dipisahkan oleh jalan kecil ditempatkan Jineng, dimana dulunya berada di bawah setinggi jalan, kini dipindahkan ke atas sehingga menjadi lebih tinggi dan leluasa membentang pandang ke sekelilingnya. Ini juga merupakan bagian dari usaha untuk melepaskan instrumen banguan agraris dari ruang sekitarnya yang sangat urban.

Pada bagian ruang utama bale banjar menghadap ke dalam, dibuat level menyerupai panggung yang berfungsi sebagai wadah aktifitas banjar, baik kesenian maupun kegiatan banjar lainnya. Dengan melalui tangga dari bagian belakang banjar maka kita akan sampai di lantai dua tempat menyimpan dan berlatih gamelan sekaligus pada bagian luarnya kita dapat berjalan mengitari sekeliling atap bagian utama.

Finishing dari tiap bagian dengan pemilihan materi yang beragam dikerjakan begitu rapi dan modern; mampu memberikan penawaran ruang dan estetika bagi kepentingan saat ini dan masa depan. Integrasi antara fungsi tradisional bale banjar dan penataannya yang bernuansa modern, membuat bale banjar Gerenceng secara kesatuan menjadi matching dengan ruang sekitarnya yang urban. Jika dilihat dari Jalan Sutomo, maka bale banjar ini akan memberi impresi yang bukan hanya menarik perhatian kita, tetapi secara kuat memberikan gambaran dan kesan keindahan yang tercipta dari hasil pencapaian esetetik perancangnya. Sedari awal, memang bangunan bale banjar Gerenceng ini diposisikan untuk menjadi sebuah landmark di area memasuki kota Denpasar ini.Banjar Gerenceng yang baru ini banyak memberikan nilai-nilai baru bagi aktifitas banjar, seperti disampaikan oleh prajuru Banjar Gerenceng.
Mereka bersama mengakui bahwa selain memberikan kebanggaan bagi Gerenceng, bale banjar yang baru ini memperkuat tali persaudaraan diantara warga masyarakat.

Masyarakat berharap fungsi banjar akan semakin mengakomodasi setiap kegiatan warga.




FENOMENA URBAN

Perubahan desa menjadi kota yang banyak menjadi fenomena di kota Denpasar merupakan sebuah dinamika yang harus disikapi secara baik. Banjar Gerenceng telah melakukannya dengan merenovasi pembangunan bale banjarnya. Nilai kebaruan yang tampak bukan semata modernitas tempelan tetapi mengambil spirit dan hakikat yang ada dalam nilai-nilai tradisional dan budaya Bali sehingga diharapkan dapat menjadi wadah yang tepat bagi masyarakat yang juga tumbuh secara dinamis bukan pada saat ini saja namun untuk masa depan.


Dengan demikian diyakini bahwa pembangunan ini bukan sekadar renovasi bale banjar namun dapat dikatakan sebagai restorasi dan reintepretasi. Semangat revitalisasi fungsi bale banjar turut mewarnai pembangunan kembali bale banjar ini. Mudah-mudahan keberadaan banjar Gerenceng yang baru ini dapat menjadi ruang publik yang lebih fleksibel dan lebih bermanfaat bagi krama Gerenceng, serta bisa menjadi sumbangan yang memperkaya khazanah arsitektur tradisional Bali.

Tidak ada komentar: