25.11.07

REOG PONOROGO


SENI BERNUANSA MAGIS DARI PONOROGO

Suara khas salompret, terompet tradisional mengisi atmosfer panggung pertunjukan, sedikit serak namun tinggi meliuk-liuk. Berpadu dengan kendang dan gamelan menyajikan ‘orkestrasi’ pentatonik mengiringi atraksi penari dadak merak reog (dadak merak=topeng besar berbentuk kepala harimau dengan bulu-bulu merak disekelilingnya).

Sesungguhnya tari reog tidak semata aksi akrobatik penari topeng dadak merak yang dipakainya. Topeng dengan berat yang dapat mencapai 50 kg, oleh penarinya dibuat meliuk-liuk dengan lincahnya. Ada sebuah alur cerita dalam pertunjukan kesenian khas Ponorogo itu. Konon kelahiran kesenian Reog pada tahun saka 900 itu dilatarbelakangi kisah tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana, penguasa Kerajaan Bantarangin mencari sang permaisuri. Bersama prajurit berkuda, dan patihnya yang setia, Bujangganong. Akhirnya gadis pujaan hatinya telah ditemukan, Dewi Sanggalangit, putri Kediri. Namun sang putri menetapkan syarat agar sang prabu menciptakan sebuah kesenian baru terlebih dahulu sebelum diterima cintanya. Seperti halnya kesenian tradisional Indonesia yang lain, reog adalah seni tradisi yang lahir dari masyarakat. Sebuah tontonan sederhana, yang tidak mengenal alur cerita. Hanya arak-arakan di jalanan dan sesekali berhenti untuk beratraksi di hadapan masa.
Atmosfer magis dan mistis senantiasa menyelimuti pertunjukan reog. Kemampuan fisik para penari dalam membawakan dadak merak yang terkadang lebih berat dari tubuhnya itu dengan gigi, sering kali dihubungkan dengan unsur-unsur kekuatan supranatural.

Demikian juga kehidupan para penari warok yang penuh misteri. Kini, di panggung pertunjukan dan festival, dapat kita saksikan koreografi cerita reog yang diawali dengan tampilnya warok, jatilan, Bujangganong, Kelana Sewandana, barongan dadak merak sebagai sajian pamungkas. Semuanya berisi dan melambangkan segala tingkah laku manusia sepanjang hidupnya, dari saat ia dilahirkan ke dunia ini hingga akhirnya kembali ke pencipta-Nya. Di Kabupaten Ponorogo setiap tahun kita dapat menyaksikan 2 gelaran besar reog. Sebuah festival diselenggarakan dalam menyambut tahun baru Islam (1 Muharram) atau tahun baru Jawa (1 Sura). Reog yang pada awal kelahirannya sarat dengan warna Hindu, dan kemudian mendapat pengaruh Islam dari Raden patah, mungkin akan beradaptasi dengan budaya yang terus diperkaya pengaruh dari luar.

Photo by : Toto Santiko Budi

Tidak ada komentar: